"Maju dalam Prestasi, Santun dalam Pekerti"
"Mencetak Generasi yang Unggul dan Berprestasi"
"Religius, Cerdas, Sehat, dan Mandiri"
* Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh * Selamat Datang di Blog MI Al Fattah Dukutalit Juwana Pati *

02/11/20

Hari Santri 2020 di Masa Pandemi

 


Iftah- Hari Santri Nasional diperingati setiap tahunnya di seluruh Nusantara pada tanggal 22 Oktober. Penetapaan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional ini disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo pada tahun 2015 lalu melalui Keppres. Nomor 22 tahun 2015. Sejarah Hari Santri Nasional bermula dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, pada 22 Oktober 1945. Tak terkecuali pada tahun ini 22 Oktober 2020. Dimana saat ini berada di tengah pandemi Covid-19, merayakan Hari Santri Nasional tidak dapat seperti pada tahun sebelumnya. Perubahan ini dilakukan demi mencegah penyebaran virus Corona yang hingga kini masih belum berakhir.


Juara 1 Lomba Foto Profil

Oleh karena itu, tahun ini Hari Santri Nasional kembali diperingati dengan mengambil tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.  Penetapan tanggal 22 Oktober merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik 10 November 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Resolusi jihad itu bertujuan untuk mencegah kembalinya tentara belanda yang mengatasnamakan NICA ke Surabaya. Dimana peringatan ini sebagai bentuk penghormatan bangsa Indonesia terhadap peran santri, yang telah ikut berjuang untuk kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, peringatan Hari Santri di tahun 2020 secara khusus mengusung tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.

Juara 1 Lomba Video Hari Santri 2020


Rangkaian Kegiatan hari santri di tengah pandemi yang dilaksanakan oleh MI Al-Fattah Dukutalit Juwana Pati adalah dengan menggelar upacara, berbagai macam lomba mulai mewarnai, menggambar, lomba foto profil media social dan foto ucapan hari santri dari rumah yang kemudian diunggah di medsosnya Al-Fattah. Seluruh pelaksanaan Peringatan Hari Santri 2020 mengedepankan prinsip-prinsip kesederhanaan dan kekhidmatan, dengan tetap berpedoman pada Protokol Kesehatan dalam rangka pengendalian dan pencegahan Covid-19. Selamat Hari Santri Nasional! Tetap Jaga Kesehatan. (hamsh)








 

29/02/20

PENGALAMANKU MENGIKUTI AL-FATTAH EXCELLENT CAMP JOLLONG 2020



       Jollong kebun kopi siapa yang tidak mengenal tempat ini, salah satu destinasi tempat wisata favorit di Pati. Di tempat wisata ini juga bisa jalan-jalan mengelilingi area kebun kopi yang sejuk dan segar.
      Singkat cerita di sini saya akan menceritakan pengalaman saya saat mengikuti Al Fattah Excellent camp 2020 bersama dengan teman-temanku kelas 6 A dan B MI Al Fattah Dukutalit Juwana.
       Tanggal yang ditentukan telah tiba masih ingat dibenakku tanggal 21 Februari 2020, setelah Pak Irham Shodiq memberikan pengumuman bahwa tanggal tersebut anak-anak kelas 6 akan diberikan pengalaman luar biasa yaitu harus mengikuti camp yang dilaksanakan tanggal 21-23 Februari 2020 di Jollong. Aku dan teman teman senang sekali meskipun aku sudah pernah kesana.
      Tanggal 21 Februari 2020 pukul 13.00 siang habis Jumatan, aku sudah siap di sekolah. Sebelum peserta diberangkatkan terlebih dahulu kami dipanggil guruku yang membina kegiatan tersebut bernama pak Irham shodiq untuk apel dan absen untuk menentukan letak bus. Alhamdulillah dapat bus nomer 1 lalu perjalanan menuju ke tempat kurang lebih 1 jam
      Singkat cerita kami sampai ke tempat yang dituju, huuhh…..luar biasa pemandangan indah sekali, setelah itu kami di beritahu kamar dan villa kami besar sekali. 
       Agenda pertama aku di sana apel pembukaan, setelah itu dilanjut sholat Ashar berjamaah. Setelah itu di lanjut lagi kegiatan PBB atau baris berbaris. Hari mulai sore aku dan teman teman segera mandi, habis mandi aku makan bersama. Adzan maghrib terdengar aku segera berlari untuk wudhu dan mulai melaksanakan sholat maghrib berjamaah.
Sambil menunggu sholat isyak aku mengaji atau semaan Al-Qur’an, disini rasanya hati sangat tenang bisa mengingat akan kebesaran-Nya.
      Habis isyak pembina memberitahu untuk berlatih pentas seni atau membuat yel yel untuk team yang sudah dibagi . 
Malam itu juga ramai banget dan senang karena pentas seni saat menunjukan bakat dan kreatifitas kami. malampun makin larut saatnya istirahat. Pukul 03.00 kami semua di bangunkan untuk melaksanakan sholat tahajjud berjamaah, rasanya mata ini masih mengantuk tapi aku masih semangat. 
       Habis sholat tahajud aku mendengarkan Kultum dari guruku pak Muhtar sambil menunggu adzan shubuh. Sambil menunggu pagi kami semua bermain main sambil menunggu kegiatan selanjutnya.
         Hari kedua  pukul 05.00 kami melaksanakan senam pagi, senam pagi bertujuan untuk menjaga kesehatan tubuh kami, habis senam di lanjut jalan jalan pagi sambil foto bersama buat dokumentasi. Jelajah alam di jollong indah sekali, setelah itu kami melaksanakan agenda selanjutnya bermain bersama team. Alhamdulillah di permainan ini teamku dapat juara, di hari ini juga ada kegiatan hiking  atau jelajah alam, hari kedua ini kegiatanku sangat padat banget sampai capek dan di hari ini juga aku di jenguk oleh keluargaku seneng sekali rasanya.
        Pukul 15.00 kami melaksanakan sholat ashar berjamaah di situ juga ada kultum yang di pimpin pak Rochim sambil menunggu adzan maghrib, selanjutnya kami melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Setelah maghrib kami mengaji bersama sama, tiba tiba kami kedatangan tamu dari jogjakarta, kata pembina mau menerapi kami hehehehe...ngeri.
Di sini aku mendengarkan bapak itu bercerita atau kami istilahnya di hipnoteaching, di sini pengalamanku pertama kali sampai aku menangis. Setelah di hipnoteching kami segera meminta maaf kepada bapak ibu guru kami. Aku merasa sangat bersalah pada orang tuaku, guru-guruku dan sedih sekali rasanya. Pengalaman yang takkan pernah aku lupakan dalam hidup aku ini.
pukul 11 malam kami melaksanakan sholat isyak berjamaah, habis isyak di lanjut makan bersama, bakar bakar ikan bandeng huu lezat setelah menangis rasanya lapar sekali. Setelah itu di lanjut istirahat dengan membawa sejuta kenangan.
         Hari ketiga waktunya pulang,  sebelum pulang apel pagi dulu di lanjut pembaiatan dulu oleh Kepala MI Al Fattah Bapak Halimi, setelah itu berkemas kemas sambil menunggu bus yang menjemput kami. kami pulang dengan membawa pengalaman yang tak terlupakan . terima kasih bapak/ibu guru jasamu tak kan terlupakan. Al Fattah Luar biasa madrasah penuh inspirasi.

Jollong, 21-23 Februari 2020
BALQIS KAYLA ANNAJWA
VI B
MI AL FATTAH

27/02/20

Al Fattah Excellent Camp 2020 Menuju Santri Berkarakter

*Iftah*_ Banyak cara yang dilakukan untuk menyukseskan pendidikan karakter di MI Al Fattah Juwana Kegiatan pesantren kilat semester 2 tahun pelajaran 2019-2020 yang dikemas dalam kegiatan *Al Fattah Excellent Camp 2020* yang dilaksanakan pada tanggal 21-23 Pebruari 2020 yg mengambil tema  _"Penguatan Pendidikan Karakter santri Al Fattah dalam ikut membangun karater bangsa"_.

Pendidikan karakter merupakan salah satu kunci untuk membangun bangsa dan menciptakan generasi yang berintegritas. Apalagi di usia dini merupakan masa yang paling kritis untuk membentuk karakter seseorang.

Diharapkan setelah melaksanakan kegiatan tersebut, siswa lebih menghargai sesama, menjadi  lebih bijak dalam mengambil keputusan, meningkatkan kondisi mental dan moral sehingga menciptakan suasana yang kondusif dan berkarakter kuat.
Sebagaimana ditandaskan oleh Kordinator kegiatan ini Irham Shodiq yang juga selaku Direktur Elmadani Leadership Center Pati sebagai salah satu pendukung kegiatan camp ini, "Kegiatannya berbentuk pesantren dan kemah di villa kopi jollong, tapi yang utama adalah untuk penguatan karakter para siswa. Jadi, nanti lebih banyak kegiatan yang membangun karakter mulai religius, leadership, kemadirian, kebersamaan, nasionalisme dan peningkatan kepekaan sosial,” tandasnya. Dalam kegiatan yang berlangsung 3 hari ini juga dibantu oleh tim out bound dari Satkoryon Banser Trangkil.
Dalam penutupannya yang sekaligus ditandai dengan pembaiatan santri Al Fattah, kepala MI Al Fattah Bapak Waidi, M.Pd. mengatakan "Kegiatan ini akan dilaksanakan tiap tahun menjelang ujian madrasah, untuk membangun keakraban dan kesiapan mental dalam menghadapi ujian". (Dewi)

26/02/20

Sejarah Pelaksanaan Ujian Nasional


Ujian Nasional atau UN di Indonesia adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan secara nasional.

Dilansir dari laman Puspendik Kemendikbud, UN diselenggarakan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan sebagai hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Selain itu, salah satu kegunaan hasil UN adalah untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada satuan pendidikan.

Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2018/2019 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah.

Dalam implementasinya, pelaksanaan UN mengacu kepada Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0047/P/BSNP/XI/2018, tanggal 28 November 2018 tentang Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2018/2019.

Lalu seperti apa sejarah penerapan ujian nasional di Indonesia dari masa ke masa?

Laman Kemendikbud menyebutkan, sejak Indonesia merdeka pada 1945 hingga saat ini, telah terjadi beberapa kali perubahan istilah penyebutan ujian nasional.

1. Ujian Penghabisan (1950 - 1964)

Ujian akhir yang bersifat nasional dimulai sejak tahun 1950, pada periode ini sampai tahun 1964 ujian kelulusan disebut Ujian Penghabisan dan diadakan secara nasional.

Soal-soal Ujian Penghabisan dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Soal-soal yang diujikan berbentuk uraian/essai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon.

2. Ujian Negara (1965 - 1971)

Sistem ujian akhir yang diterapkan disebut Ujian Negara. Tujuannya adalah untuk menentukan kelulusan, sehingga siswa dapat melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri apabila telah lulus Ujian Negara.

Sedangkan bagi yang tidak lulus Ujian Negara tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta.

Bahan Ujian Negara disiapkan seluruhnya oleh pusat dan hanya ada satu perangkat naskah ujian untuk seluruh wilayah Indonesia.

Naskah ujian menggunakan soal bentuk uraian dan jawaban singkat dengan tingkat kesulitan soal relatif tinggi, serta memiliki kompleksitas jawaban yang memerlukan kemampuan berpikir tinggi, yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah pemerintah pusat, yang dibantu oleh panitia ujian dari masing-masing wilayah (provinsi).

Pelaksanaan ujian dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran pada kelas terakhir. Prosedur pelaksanaan ujian, pengawasan, dan pengolahan hasil ujian ditetapkan oleh Pusat.

3. Ujian Sekolah (1972 - 1979)

Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tujuan ujian adalah untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan.

Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah. Mutu soal sangat bervariasi, tergantung mutu sekolah/kelompok sekolah.

Bentuk soal yang digunakan pun berbeda antarsekolah/kelompok sekolah, dan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ujian adalah sekolah/kelompok sekolah.

Pelaksanaan ujian pada masa ini sama dengan pelaksanaan ujian pada masa sebelumnya yaitu hanya dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yang dilakukan pada akhir tahun pelajaran.

Pemerintah pusat hanya menerbitkan pedoman penilaian yang bersifat umum.Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah.

Kriteria tamat ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tidak mengenal Lulus atau Tidak Lulus, tetapi menggunakan istilah TAMAT.

Biaya ujian sepenuhnya ditanggung oleh peserta didik. Persentase kelulusan sangat tinggi bahkan dapat dikatakan semua peserta didik lulus (100%), namun mutu lulusan tidak dapat diperbandingkan.

4. Ebtanas dan Ebta (1980 - 2002)

Istilah ujian nasional kembali menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas (untuk mata pelajaran pokok) dan Ebta (untuk mata pelajaran non-Ebtanas).

Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Pada awal diberlakukannya mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas adalah Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian pada tahun berikutnya ditambah dengan beberapa mata pelajaran lainnya.

Sejumlah mata pelajaran pokok diujikan melalui Ebtanas, sedangkan mata pelajaran lainnya diujikan melalui Ebta.

Bahan Ebtanas yang berupa kumpulan soal disiapkan oleh pusat (Dit. Pendidikan Dasar dan Menengah).

Panitia daerah merakit paket tes dan menggandakannya. Sedangkan bahan ujian Ebta disiapkan oleh masing-masing sekolah/daerah/wilayah.

Tanggung jawab penyelenggaraan Ebtanas dan Ebta adalah sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.

Pelaksanaan ujian dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran yaitu pada akhir tahun pelajaran.

Pemerintah pusat menerbitkan petunjuk teknis penyelenggaraan EBTANAS dan EBTA. Pemeriksaan hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah, namun penentuan tamat belajar dilakukan oleh sekolah dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh pusat.

5. Ujian Akhir Nasional (2003-2004)

Pergantian istilah kembali terjadi Ebtanas diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN).

Tujuan UAN adalah untuk (a) menentukan kelulusan, (b) pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Bahan mata pelajaran yang diujikan terdiri atas tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang disiapkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional.

Sementara untuk mata pelajaran lainnya disiapkan oleh sekolah atau daerah dengan menggunakan Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Materi dari Puspendik.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan UAN.

Pemeriksaan hasil ujian (scanning dan scoring) dilakukan di provinsi dengan kunci jawaban dikirim dari Pusat.

Nilai peserta didik diberikan ke sekolah penyelenggara ujian melalui penyelenggara ujian tingkat kabupaten/kota.

Kriteria kelulusan UAN tahun 2003 adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 3.00, (c) nilai rata-rata (UAN UAS) minimal 6.00.

Sedangkan pada UAN tahun 2004 kriteria kelulusan adalah (a) memiliki nilai seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, (b) tidak terdapat nilai < 4.00, (c) nilai rata-rata (UAN UAS) minimal 6.00.

6. Ujian Nasional (2005 - 2013)

Istilah ujian berubah lagi menjadi Ujian Nasional (UN). Tujuan ujian ini adalah untuk (a) menentukan kelulusan, (b) membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Seluruh soal disiapkan okleh pusat dengan menggunakan soal-soal dari Bank Soal Nasional. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dibantu Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik).

Penyelenggaraan UN di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, yaitutingkat provinsi dibawah tanggungjawab gubernur, tingkat kabupaten/kota oleh bupati, dan tingkat sekolah oleh kepala sekolah penyelenggara UN.

Biaya Ujian Nasional ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mutu lulusan berdasarkan nilai rata-rata peserta didik meningkat.

Penyelenggaran UN Menuai Kritik

Sejak tahun 2006 timbul berbagai kritik, saran, dan tuntutan masyarakat tentang penyelenggaraan UN.

Puncak kritik datang dari lembaga sosial yang menuntut agar UN ditiadakan karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia yaitu hak anak untuk melanjutkan sekolah.

Tuntutan tersebut ditujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri Pendidikan dan BSNP.

Setelah melalui serangkaian persidangan, keputusan Mahkamah Agung atas tuntutan tersebut adalah bahwa UN dapat dilaksanakan apabila pemerintah memperbaiki kualitas guru dan sarana prasarana sekolah.

Berdasarkan keputusan tersebut pemerintah telah berusaha memenuhinya, sambil melaksanakan perbaikan secara terus menerus dan UN tetap dilaksanakan.

Pada tahun pelajaran 2009/2010 atas usulan masyarakat dan Komisi X DPR-RI kembali diadakan ujian ulangan bagi peserta yang belum lulus.

Jumlah paket tes yang digunakan dalam satu ruang ujian adalah 2 paket yang berbeda dengan tingkat kesukaran yang relatif sama.

Dalam penyelenggaraan UN tahun 2006 sampai 2009, pusat melibatkan tim pemantau independen, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan sekolah.

Pemindaian (scanning) lembar jawaban UN dilaksanakan di provinsi, sedangkan skoring dilaksanakan di Puspendik.

Pada ujian tahun pelajaran 2010/2011, UN Ulang kembali ditiadakan. Pada UN 2011 dan 2012 jumlah paket yang digunakan dalam satu ruang ujian adalah 5 paket tes yang berbeda namun memiliki tingkat kesukaran yang relatif sama.

Kriteria kelulusan menggunakan formula Kelulusan UN : Rata-rata Nilai Akhir (NA) minimum 5,5 yang terdiri dari 60 persen nilai UN ditambah 40 persen nilai Sekolah/Madrasah.

Tim pemantau independen ditiadakan karena dianggap tidak efektif. Sejak tahun 2011 sampai saat ini (2013) penyelenggara tingkat pusat melibatkan perguruan tinggi negeri (PTN) dalam pelaksanaan ujian di seluruh provinsi khususnya untuk tingkat SMA sederajat.

Pemindaian (scanning) lembar jawaban UN untuk SMA sederajat dilaksanakan oleh PTN dan untuk tingkat SMP sederajat dilaksanakan dinas provinsi setempat.

Sedangkan skoring seluruhnya jenjang dilaksanakan di Puspendik. Nilai siswa diberikan ke penyelenggara UN tingkat provinsi untuk disampaikan ke penyelenggara tingkat kabupaten/kota untuk diteruskan ke sekolah penyelenggara.

Pada UN tahun pelajaran 2012/2013 dilakukan sejumlah penyempurnaan yaitu:

- Penyiapan naskah dilaksanakan secara profesional sesuai dengan metodologi ilmiah dan standar seperti tahun-tahun sebelumnya. 

- Selanjutnya, penyatuan soal dengan LJUN menutup kemungkinan kecurangan pengisian LJUN oleh orang yang tidak bertanggungjawab. 

- Siswa lebih konsentrasi dalam mengerjakan ujian dan tidak memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya. 

- Penggunaan barcode menyebabkan penurunan secara signifikan kunci beredar.

- Sistem pengamplopan naskah bervariasi sehingga antar ruang belum tentu mendapatkan naskah soal yang sama.

sumber: Tirto

Menakar "Merdeka Belajar" ala Mas Mentri

Merdeka Belajar menjadi salah satu program inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mas Nadiem Makarim yang ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia. dan suasana yang happy. Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia. “Merdeka belajar itu bahwa proses pendidikan  harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Bahagia buat siapa? Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orang tua, dan bahagia untuk semua orang”

Program merdeka belajar ini dilahirkan dari banyaknya keluhan di sistem pendidikan. Salah satunya keluhan soal banyaknya peserta didik yang dipatok oleh nilai-nilai tertentu.  “Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir, terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dahulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di peserta didik.”

Saat kita bicara bahwa kita percaya kemerdekaan guru dan kemerdekaan belajar, maka akan bersinggungan dengan banyak hal. Salah satunya kemerdekaan dalam proses belajar.  Proses belajar butuh kemerdekaan, sudah tentu. Sebab, kemerdekaan harus melekat pada subyek yang melakukan proses belajar: anak ataupun orang dewasa. Termasuk melibatkan dan dukungan banyak pihak.

Perspektif kemerdekaan itu sendiri, bukan sekadar kepatuhan atau perlawanan. Kemerdekaan adalah sesuatu yang diperjuangkan, bukan diberikan.  Makanya, kenyataan yang paling menyedihkan dari pengembangan guru, dewasa ini adalah titik di mana seringkali membuat guru merasa disalahkan. Bukan didengarkan.  Sebenarnya, dalam hampir semua situasi, guru dikatakan kunci dalam pendidikan. Namun, kalimat ini sebenarnya bukan kalimat lengkap. Kunci sering diartikan sebagai solusi segala masalah yang bisa ditinggal sendirian.

Guru di kelas harus berhadapan dengan anak yang tidak siap berkonsentrasi karena datang dengan kondisi kelaparan. Punya tingkat aktivitas terlalu tinggi karena terbiasa tinggal dalam kepadatan, atau tidak berisiko melakukan perundungan. Sebab, dibesarkan dengan ancaman dan hukuman berlebihan.  Kemiskinan, kegagalan keluarga, adalah masalah yang sangat besar dan membutuhkan pendidikan di segala bidang. Semuanya dibebankan ke guru di sekolah dengan harapan situasi kelak akan berubah.

Mengatakan guru adalah kunci, itu sama saja dengan mengalihkan tanggung jawab dan menjebak guru untuk gagal. Tentu guru berperan penting dalam pendidikan, namun tuntutan akan besarnya peran –atau secara spesifik tingginya kompetensi— tidak akan tercapai saat guru tidak memiliki hal yang asasi: yaitu kemerdekaan. Kemerdekaan guru dalam jangka panjang berperan sentral untuk menumbuhkan kemerdekaan belajar peserta didik dan nantinya cita-cita demokrasi negeri ini.

Yang terjadi dalam pengembangan guru saat ini, kemerdekaan seringkali dibungkam dengan tunjangan atau tekanan. Pendidikan menjadi proses yang penuh dengan kontrol, bukan dengan pemberdayaan.  Di banyak negara, memasuki profesi guru adalah proses yang sangat selektif untuk orang-orang pilihan. Namun menjalaninya didukung dengan banyak kemerdekaan dan kemudahan. Di negeri kita sebaliknya. Menjadi guru seringkali mudah, namun batasan dan tekanan di dalam profesinya sangat menantang.

Pada saat upacara bendera peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 di Jakarta, Menteri Pendidikan, menyampaikan pidato sedikit berbeda; singkat dan padat. Diakuinya, pidato tersebut apa adanya, disampaikan dari lubuk hati yang tulus. Satu kalimat singkat penulis kutip dari pidato tersebut, yakni “… Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia…”. Bapak menteri mengatakan prinsip birokrasi dan regulasi bidang pendidikan sering kali menghambat inovasi dan  kemerdekaan belajar. Beliau mengajak para  guru Indonesia untuk melakukan perubahan kecil, antara lain mengembangkan diskusi kelas dan siswa mengajar.  Mengingat pentingnya kemerdekaan belajar itu, maka sebelum menutup pidatonya, beliau kembali menegaskan “Merdeka Belajar dan Guru Penggerak”.

Merdeka belajar dan guru penggerak bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia pembelajaran. Penganut ideologi humanistik dalam pembelajaran telah mendikusikan secara mendalam dua tema tersebut lebih dari setengah abad yang lalu. Pada tahun 1969 Carl Rogers mempublikasikan sebuah buku berjudul “Freedom to Learn”. Pada pengantar buku tersebut, Lima puluh tahun lalu, ia mengatakan, “Sekolah kita umumnya sangat tradisional, konservatif, birokratis dan resisten terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”. Pada tahun 1962 Everett M. Rogers menulis buku berjudul “Diffusion of Innovation” dimana pada buku tersebut memuat satu bab tersendiri tentang pengerak atau agen perubahan.

Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki keistimewaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Disinilah kita sebagai pendidik harus mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan agar proses belajar anak benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas pilihannya. Diperlukan waktu yang cukup serta kesabaran dalam memfasilitasi, agar anak mampu untuk mengenali potensinya. Karena bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki minat dan mau berlatih untuk mengasah keterampilannya. Dalam mengawali proses belajar, pendidik juga perlu memiliki kemampuan mendengar yang baik. Tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak atas kehendak pendidik.

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah subjek, bukan objek, Mereka harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Hal yang sangat penting bagi pembelajaran yang memerdekakan itu dimana kontrol belajar dipegang oleh diri siswa sendiri, bukan orang lain. Sebaliknya, praktek pembelajaran yang tidak memerdekakan selama ini tampak dimana si belajar dihadapkan dan ditetapkan pada aturan yang jelas dan ketat. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin, bahkan kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum sehingga ada kesan “Sekolah tempat menuntut ilmu lebih kejam ketimbang penjara”, demikian Bernard Shaw sebagaimana dikutip dari Naomi (1999) dalam buku “Menggugat Pendidikan”, maka tidak heran jika guru memberikan informasi bahwa akan ada kegiatan guru rapat atau besok kita libur, suara gemuruh menyambut kesenangan itu luar biasa, seolah-olah anak terbebas dari belenggu dan beban belajar, ini yang perlu kita renungkan…?

Strategi pembelajaran yang memerdekakan, menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna dan proses pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan siswa. Aktivitas belajar lebih menekankan pada ketrampilan berfikir kritis, analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi, dan menyusun hipotesis.  Pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran yang memerdekakan menekankan pada proses penyusunan makna secara aktif yang melibatkan ketrampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata.  Evaluasi menggali munculnya berfikir divergen, pemecahan masalah secara ganda atau tidak menuntut satu jawaban benar karena pada kenyataannya tidak ada jawaban siswa yang salah, yang ada adalah pertanyaan pendidik yang salah.  Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata, artinya evaluasi lebih menekankan pada ketrampilan proses dalam kelompok.

Anomali Guru

Kemerdekaan adalah bagian penting dari pengembangan guru. Sama seperti burung yang tidak berani keluar dari kandang, kompetensi guru tidak akan bisa optimal berdampak tanpa kemerdekaan. Sebab, hanya guru yang merdeka yang bisa membebaskan anak, hanya guru yang antusias yang menularkan rasa ingin tahu pada anak dan hanya guru belajar yang pantas mengajar.

Dalam diskursus tentang kemerdekaan guru, kita perlu berhati-hati untuk tidak ikut membebankan kemerdekaan semata pada kapasitas individual. Dalam kenyataannya, begitu banyak faktor konteks yang akan menentukan apakah guru bisa merdeka. Kemerdekaan berkaitan dengan hubungan yang ada di sekeliling, berkaitan dengan situasi lingkungan. Kemerdekaan bukan dimiliki, tapi dicapai.

Apa yang dipercayai guru adalah bagian penting dari apakah dia mampu mencapai kemerdekaan. Pengalaman masa lalu, baik pengalaman personal saat menjadi peserta didik ataupun pengalaman profesional saat menjadi guru mempengaruhi apakah guru menganggap kemerdekaan bagian yang penting dari pekerjaannya.  Salah satu yang paling sulit dari perubahan pendidikan adalah sebagian besar guru tidak mengalami kemerdekaan saat menjadi peserta didik. Sehingga juga tidak mengharapkan (dan memperjuangkan) kemerdekaan saat menjadi guru.  Kalaupun guru sepakat pada aspirasi kemerdekaan, implementasinya seringkali susah untuk optimal, bila kepercayaan terhadap anak belum berubah.

Sebetulnya paradigma tentang anak dan pendidikan seperti ini tidak mengherankan. Sebab, sebagian besar guru tumbuh dengan pengalaman pribadi seperti ini. Riset menunjukkan pengalaman pribadi jauh lebih berpengaruh terhadap pembentukan kepercayaan dibanding pengalaman profesional, di bidang apapun.  Karena itu, perubahan pendidikan selalu sulit dilakukan, apalagi saat sebagian besar orang yang memilih profesi ini bukan saja tidak mempunyai repertoire perilaku yang dibutuhkan. Namun juga tidak merasakan pentingnya melakukan perubahan dalam sistem yang mereka rasa tidak bermasalah. Sebagian besar guru ternyata orang-orang yang selama ini sukses dalam sistem konvensional dan cendrung konfirm pada apa yang dilaluinya.

Pengalaman ini tentu mempengaruhi kebiasaannya. Misalnya, kebiasaan untuk mengikuti pola yang sudah digariskan atasan, pembatasan pikiran bahwa yang boleh dilakukan hanya yang tertuang di peraturan. Guru cendrung cemas menghadapi kebijakan. Contoh disalahpahami menjadi standar, pilihan disalahartikan sebagai risiko. Itulah budaya yang sekarang menyelimuti ekosistem guru Indonesia. Bisa dibayangkan sulitnya memutus lingkaran ini dan mencapai kemerdekaan. Seringkali bahasa dalam tataran kebijakan memberikan pengaruh positif yang luar biasa, percakapan guru tentang perannya sebagai fasilitator pengetahuan misalnya, sekarang sudah banyak terdengar di mana-mana.

Dalam situasi seperti ini, guru yang memiliki kemerdekaan juga seringkali disalahartikan sebagai perlawanan terhadap aturan atau kebijakan. Ini pendefinisian yang kurang tepat, karena kemerdekaan sesungguhnya selalu berkait dengan inisiatif diri. Guru perlu merdeka untuk mencapai cita-cita, bukan sekadar ”merdeka” dari kungkungan kebijakan.

sumber: Intens

Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa

Proses pendidikan di sekolah masih banyak yang mementingkan aspek kognitifnya ketimbang psikomotoriknya, masih banyak guru-guru di setiap sekolah yang hanya asal mengajar saja agar terlihat formalitasnya, tanpa mengajarkan bagaimana etika-etika yang baik yang harus dilakukan.

Di dalam buku tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman menjelaskan  kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education).

Banyak pilarkarakter yang harus kita tanamkan kepada anak – anak penerus bangsa, diantaranya adalah kejujuran, yah kejujuran adalah hal yang paling pertama harus kita tanamkan pada diri kita maupun anak – anak penerus bangsa karena kejujuran adalah benteng dari semuanya, Demikian juga ada pilarkarakter tentang keadilan, karena  seperti yang dapat kita lihat banyak sekali ketidakadilan khususnya di Negara ini. Selain itu harus ditanamkan juga pilarkarakter seperti rasa hormat. Hormat kepada siapapun itu, contohnya adik kelas mempunyai rasa hormat kepada kakak kelasnya, dan kakak kelasnya pun menyayangi adik – adik kelasnya, begitu juga dengan teman seangkatan rasa saling menghargai harus ada dalam diri setiap murid -  murid agar terciptanya dunia pendidikan yang tidak ramai akan tawuran.

Sekarang mulai banyak sekolah – sekolah di Indonesia yang mengajarkan pendidikan karakter  menjadi mata pelajaran khusus di sekolah tersebut. Mereka diajarkan bagaimana cara bersifat terhadap orang tua, guru –guru ataupun lingkungan tempat hidup.

Mudah – mudahan dengan diterapkannnya pendidikan karakter di sekolah semua potensi kecerdasan anak –anak akan dilandisi oleh karakter – karakter yang dapat membawa mereka menjadi orang – orang yang diharapkan sebagai penerus bangsa. Bebas dari korupsi, ketidakadilan dan lainnya. Dan makin menjadi bangsa yang berpegang teguh kepada karakter yang kuat dan beradab. Walaupun mendidik karakter tidak semudah membalikan telapak tangan, oleh karena itu ajarkanlah kepada anak bangsa pendidikan karakter sejak saat ini.

Rana Sang Juara Storytelling



IFTAH'20 - Rana Nur Mahfudhoh tak menyangka dirinya akan meraih Juara III dalam ajang lomba storytelling alias mendogeng tingkat Provinsi Jawa Tengah yang digelar beberapa waktu lalu di gedung MTs Negeri 01 Pati.

Santri MI Al Fattah Juwana ini mengaku baru pertama kali ikut lomba storytelling dan langsung mendapatkan juara tiga.

"Alhamdulilah ini lomba storytelling yang pertama kali saya ikuti dan langsung tingkat kota," jelasnya, Ahad (23/2/2020).

Ia mengatakan saat ikut lomba untuk pertama kalinya, ia mengaku deg-degan karena tidak pernah ikut kompetisi sebelumnya. Sebagaimana diceritakan pembimbingnya bu afi pada saat mengantar lomba.
Anak kedua dari pasangan Gangsar  dan Puji ini mengaku bisa berdongeng dilaluinya selain sering dikasih dongeng ibunya di rumah juga atas bimbingan dari gurunya.
"Sebenarnya belajar sendiri sih. Karena ditunjuk dari madrasah jadi mau tidak mau saya belajar secara otodidak di rumah kalau dimadrasah dibimbing oleh bu afi," imbuhnya.

Gadis kelahiran Growong Kidul, 15 Juli 2009  juga mengaku sejak kecil sudah terbiasa mendengar dongeng dari sang ibunya.

"Dari kecil memang masih suka didongengi saat sebelum tidur jadi biasa lihat ibu cara mendogeng," tegas dia.

Ia mengaku suka mendongeng karena bisa menghibur banyak orang dan juga untuk melatih dirinya untuk lebih percaya diri.

"Disini juga saya belajar untuk bisa berani bicara dengan orang banyak. Dan juga bisa mendalami karakter dari setiap cerita yang didongengkan," kata rana.

Bocah yang bercita-cita menjadi hafidhoh ini juga mengaku ada kesulitan saat mendongeng yakni membedakan suara karakter antara tokoh satu dengan yang lain.

"Ini yang agak susah tapi alhamdulilah saya terus berusaha agar setiap membawakan cerita orang yang mendengar mengerti jalan ceritanya," pungkas dia. (HamSh)

12/02/20

MI Al Fattah Juwana Membuat Lubang Resapan "Biopori"



IFTAH'20 Adanya program madrasah adiwiyata  di MI Al Fattah Dukutalit Juwana Pati membuat inovasi baru berupa teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yaitu pembuatan lubang resapan biopori oleh tim adiwiyata madrasah kerjasama dengan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Kabupaten Pati,Sabtu (1/2)

Berbagai lahan kosong di gunakan untuk pembuatan lubang resapan biopori tersebut di halaman madrasah yang sering terjadi genangan ketika musim hujan terjadi.


“Kami mengajak para siswa madrasah yang tergabung dalam tim adiwiyata untuk membuat lubang resapan biopori sebagai bentuk dukungan madrasah adiwiyata agar tercipta keefektifan standar yang di harapkan." jelas Abdurrahim, S.Th.I sebagai tim adiwiyata madrasah.

Manfaatnya pun nanti dapat di pergunakan untuk penghijauan di madrasah seperti pembuatan sampah
organik menjadi kompos untuk pupuk tanaman, meningkatkan daya resapan air, memanfaatkan fauna tanah dan akar tanaman dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat genangan air seperti demam berdarah dan malaria. (HamSh)

11/02/20

Ratusan Santri MI Al-Fattah Jalani Pemeriksaan Kesehatan



IFTAH'20 Ratusan santri MI Al Fattah Juwana kampus 1 yang terdiri dari kelas 1 sampai 3, hari sabtu, 8 Pebruari 2020 menjalani pemeriksaan kesehatan. Mereka diperiksa kondisi kesehatan gigi, telinga, mata, serta identifikasi lain.

Puskesmas Juwana menurunkan timnya untuk melakukan pemeriksaan itu. Pemeriksaan berkala, sebut salah satu petugas Puskesmas Yayuk, merupakan salah satu upaya pihak mi al fattah untuk mengetahui perkembangan kesehatan dan mendeteksi sejak dini kondisi kesehatan para santri.

“Kami ingin mengidentifikasi jika ada santri yang mengidap penyakit sehingga bisa segera dilakukan tindak lanjut,” kata Yayuk.

Para santri, imbuhnya, harus menjadi generasi yang sehat. Kesehatan menjadi salah satu hal yang sangat berharga, dan harus dijaga melalui penerapan pola hidup bersih dan sehat.

"Jika sakit, maka semuanya bisa menjadi terhambat.  Belajar, bermain maupun aktivitas lain menjadi terganggu," ujar Yayuk.


Kepala MI Al Fattah Juwana Waidi Ahmad Halimi, M.Pd.  yakin pemeriksaan kesehatan itu membantu pihak madrasah dan orang tua santri dalam melakukan pencegahan penyakit pada anak. Karena pasca pemeriksaan kesehatan tersebut pihak madrasah selalu mendapat rekomendasi dari Puskesmas untuk ditindaklanjuti.

“Biasanya kami selalu menerima hasil pemeriksaan itu untuk ditindaklanjuti. Misalnya ada santri yang terkena penyakit Ispa dan amandel, gigi berlubang, gejala tipus, atau hasil lainnya, maka hal itu akan kami teruskan ke orang tua santri untuk segera diobati di Puskesmas atau dokter,” ucap Halimi (mufa)

31/01/16

Ahad Pagi Bersama Kyai Hadi

Juwana- Dalam rangka membangun komunikasi yang baik antara madrasah dan wali santri Al-Fattah serta memperingati Harlah ke-90 NU, paguyuban wali santri Al-Fattah menggelar acara pengajian selapanan ahad pagi, Ahad (31/1) 2016 pukul 06.00-09.30 WIB. Acara pengajian yang diselenggarakan di halaman MI Al-Fattah Dukutalit Juwana-Pati dihadiri ratusan santri, guru, komite, dan pengurus yayasan Baitul Kholid. Menurut Kepala MI Al-Fattah, Bapak Ahmad Halimi, S.Pd.I. “Acara ini dapat terselenggara atas dukungan dari wali santri Al-Fattah terutama paguyuban wali santri kelas 5, ” ungkapnya. Dalam kesempatan tersebut, ratusan jamaah juga mendengarkan ceramah dari K.H. Muhlisul Hadi Khoiron dari PC Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Kabupaten Pati. Kyai Hadi mengingatkan “Ayat-ayat dalam Al-Quran dibagi menjadi tiga, ada ayat lelakoning urip, pegangan urip, dan unduh-unduhanipun urip.” Setelah Kyai Hadi menyampaikan nasihatnya, dibuka sesi interaktif kepada para jamaah yang ingin menggali lebih dalam terhadap materi yang disampaikan. Walau hujan mengguyur Desa Dukutalit sejak pagi sampai acara selesai jamaah tetap setia mengikuti pengajian ahad pagi ini.


Jamaah wali santri membludak sampai ke pintu gerbang


Segenap guru, komite, dan yayasan foto bersama Kyai Hadi usai acara

* Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh * Terima kasih telah mengunjungi Blog MI Al Fattah Dukutalit Juwana Pati *

Informasi Pendaftaran

Popular Post

Copyright © MI Al Fattah Juwana | Design by MSD